Senin, 28 Januari 2019

obat tradisional

lingkungan mempunyai peran penting bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh kecilnya makan, tempat tinggal, obat-obatan hingga perawatan tubuh dapat manusia peroleh dari lingkungan. Namun, sayangnya belum banyak kekayaan alam di sekitar kita dimanfaatnya dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia.

Bangsa Indonesia secara turun temurun dari generasi ke generasi telah mengenal dan juga menggunakan tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat untuk menanggulangi masalah kesehatan.

Bangsa Indonesia membuat obat tradisonal dengan memanfaatkan bahan alam yangmana telah terbukti dangan adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), dokumen Serat Primbon Jampi, dan relief candi Borobudur yang melukiskan orang sedang meracik obat (jamu) yang mana bahan bakunya berasal dari tumbuhan.

Di seluruh penjuru dunia, obat herbal telah dipercaya akan khasiatnya. Menurut WHO, negara-negara latin banyak memanfaatkan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer. Contohnya di Negara Afrika 80% masyarakatnya untuk pengobatan primernya menggunakan obat herbal (WHO, 2003).

Banyak faktor-faktor yang dapat mendorong peningkatan penggunaan obat herbal pada negara maju, diantaranya adalah ingin memiliki harapan hidup yang lebih panjang, disamping itu juga tiap tahun obat herbal semakin luas bagi kita untuk mengakses informasinya serta penggunaan obat modern seperti obat kanker tidak jarang mengalami kegagalan adanya efek samping.

Untuk penyakit kronis dan degeneratif dalam pemeliharaan kesehatannya, pencegahan dan pengobatannya WHO menyarankan penggunaan obat tradisional termasuk obat-obat herbal. WHO juga ikut mendukung dalam peningkatkan keamanan dan juga khasiat dari obat herbal tersebut. (WHO, 2003).

Pada umumnya penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern.

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL
Jika digunakan dengan cara yang tepat maka efek samping obat tradisional relatif kecil meliputi

1. Kebenaran Obat
Untuk tercapainya efek farmakologi yang diinginkan, maka kebenaran bahan obat menjadi salah satu dari penentunya. Di Indonesia, terdapat berbagai macam tanaman obat dari berbagai spesies yang kadangkala sulit untuk dibedakan.

Setiap spesies dari tanaman obat memiliki khasiat yang berbeda, sebagai contohnya lempuyang. Di pasaran, ada beragam jenis lempuyang yang sulit untuk dibedakan. Lempuyang emprit dan Lempuyang gajah berwarna kuning serta berhasiat untuk menambah nafsu makan. Namun, bentuk lempuyang emprit relatif kecil dibandingkan dengan lempuyang gajah. Sedangkan lempuyang wangi berwarna putih dan berbau harum dan berhasiat sebagai pelangsing (Sastroamidjojo S, 2001).


2. Ketepatan dosis
Seperti halnya obat buatan pabrik, tanaman obat juga tak bisa dikonsumsi sembarangan. Tanaman obat juga memunyai dosis dan aturan pakai yang harus dipatuhi seerti halnya resep dokter. Sebagai contohnya buah mahkota dewa dimana perbandingannya dengan air adalah 1 : 3 artinya untuk menkonsumi 1 buah memerlukan 3 gelas air. Sementara daun mindi akan menimbulkan khasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dengan takaran air tertentu (Suarni, 2005).

Banyak masyarakat beranggappan bahwa tanaman obat bisa dikonsumsi secara sembarangan tanpa dosis yang tepat. Tanaman obat tidak dapat begitu saja dikonsumsi secara bebas. Takaran dan dosis tetap harus sesuai dengan ketentuan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa tanaman obat memiliki efek samping.

Sebagai salah satu contoh adalah tanaman dringo (Acorus calamus) yang dipercaya dapat mengobati tingkat stress. Karena di dalam tanaman dringo terdapat kandungan senyawa bioaktif asaron. Tanaman dringo dapat menimbulkan efek relaksasi terhadap otot serta memberikan efek sedatif pada sistem saraf pusat apabila dalam dosis rendah. Akan tetapi, apabila digunakan berlebih dalam dosis tinggi akan menimbulkan efek yang sebaliknya yaitu dapat meningkatkan aktivitas mental. Selain itu, asaron dringo juga dapat memicu timbulnya kanker apabila digunakan secara terus menerus dalam waktu yang lama.

3. Ketepatan waktu penggunaan
Selain dosis dan takaran untuk mengonsumsi tanaman obat harus tepat, waktu penggunaan juga harus tepat untuk meminimalisir efek samping yang timbul. Sebagai salah satu contoh adalah kunyit. Kunyit yang dipercaya dapat mengurangi nyeri pada saat haid justru dapat menyebabkan terjadi keguguran apabila dikonsumsi pada awal masa kehamilan. Oleh karenanya, efek dari tanaman obat sangat dipengaruhi oleh ketepatan waktu penggunaan.

4. Ketepatan cara penggunaan
Setiap tanaman obat juga tidak bisa dikonsumsi dengan cara yang sembarangan. Tidak semua tanaman obat memiliki efek dan berkhasiat apabila dikonsumsi dengan cara meminum air rebusannya. Sebagai contoh daun kecubung yang digunakan sebagai bronkodilator digunakan dengan cara dihisap. Namun apabila daun kecubung dikonsumsi dengan cara diseduh justru akan menyebabkan mabuk.


5. Ketepatan menggali informasi
Di era zaman yang serba canggih ini sangat mudah untuk kita menggali berbagai informasi melalui internet dan juga media sosial. Namun, tidak sedikit informasi-informasi yang ada tidak di dasarkan pada pengetahuan sehingga justru dapat menyesatkan para pembacanya. Sehingga diperlukan kejelian pada para penggunanya untuk mencari informasi yang valid.

6. Tidak disalah gunakan
Tanaman obat tradisional sangat mudah ditemukan. Untuk menggunakan obat-obat tersebut tidak memerlukan resep dokter terlebih dahulu. Sehingga tidak sedikit masyarakat yang mengonsumsi obat tradisional dengan tujuan lain. Sebagai contoh penggunaan jamu untuk menggugurkan kandungan atau menghisap kecubung sebagai psikotropika.

7. Ketepatan pemilihan obat untuk penyakit tertentu
Dalam satu jenis tanaman obat terkandung lebih dari satu zat aktif yang memiliki khasiat untuk mengobati penyakit tertentu. Perbandingan antara khasiat dengan efek samping yang ditimbulkan haruslah seimbang. Sehingga masyarakat harus pintar dalam memilih obat tradisional dan memikirkan efek samping yang mungkin dapat timbul.

Kamis, 20 September 2018

Sejarah Indonesia

Sejarah Indonesia (1945-1949)

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, bukan berarti perjuangan rakyat Indonesia telah selesai sampai di situ. Tidak serta merta Indonesia bisa bebas dari penjajahan Jepang, belum lagi kekuatan asing lain yang masuk kedalamnya. Masa-masa di awal kemerdekaan Indonesia lebih banyak diwarnai oleh berbagai macam pertempuran dan bentrokan di sana sini daripada kedamaian. 
Berikut ini adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 1945-1949:

1945
Mendaratnya Belanda dan Sekutu
Pada 23 Agustus 1945, Inggris bersama dengan tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh.

Pertempuran Melawan Sekutu dan NICA
Banyak pertempuran yang terjadi ketika masuknya Sekutu dan NICA ke Indonesia, diantaranya :
  1. Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya dan sekitarnya.
  2. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang dan sekitarnya. 
  3. Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur 
  4. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung dan sekitarnya.

1946-1947
Ibukota Dipindah ke Yogyakarta 
Pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta pindah ke Yogyakarta sekaligus memindahkan ibukota Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta karena keadaan Jakarta yang dirasa semakin gawat akibat serangan dari NICA. 

Perubahan Sistem Pemerintahan
Salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer adalah pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno. Tindakan ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai tokoh yang tepat untuk dijadikan andalan diplomatik, bertepatan dengan terkenalnya partai sosialis di Belanda.
Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem Presidensiil menjadi sistem Parlementer) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang. 


Penculikan Terhadap PM Syahrir
 
Tanggal 27 Juni 1946 terjadi peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri Sjahrir, karena ia dicap sebagai "pengkhianat yang menjual tanah airnya kepada musuh". Sjahrir diculik di Surakarta, ketika ia berhenti dalam perjalanan politik menelusuri Jawa. Kemudian ia dibawa ke Paras, kota dekat Solo, di rumah peristirahatan seorang pangeran Solo dan ditahan di sana dengan pengawasan Komandan Batalyon setempat.
Pada malam tanggal 28 Juni 1946, Ir Soekarno berpidato di radio Yogyakarta. Ia mengumumkan bahwa keadaan di dalam negeri saat itu sedang berbahaya, maka dari itu Soekarno dengan persetujuan kabinetnya mengambil alih semua kekuasaan pemerintah dan hal itu berlangsung selama sebulan lebih. Tanggal 3 Juli 1946, Sjahrir dibebaskan dari penculikan; namun baru tanggal 14 Agustus 1946, Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet dan resmi kembali menjadi perdana menteri pada tanggal 2 Oktober 1946.

Peristiwa Westerling 
Pembantaian Westerling adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda dibawah pimpinan Westerling. Peristiwa ini terjadi pada Desember 1946-Februari 1947.

Proklamasi Negara Pasundan 
Di awal bulan Mei 1947 pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya Negara Pasundan . Sejak awal Belanda memang sudah merencanakan bahwa mereka harus menyerang Republik secara langsung. Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat ditaklukkan dalam waktu dua minggu dan untuk menguasai seluruh wilayah Republik dalam waktu enam bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya yang ditanggung untuk pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa, yang sebagian besar dari pasukan itu tidak aktif, merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang hancur diakibatkan perang. Oleh karena itu untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda memerlukan komoditi dari Jawa (khususnya gula) dan Sumatera (khususnya minyak dan karet).

Agresi Militer I 
Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 haragar supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Namun RI menolak hal ini. 
Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. 
Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.

1948-1949
Perjanjian Renville
Perjanjian ini dilakukan di atas kapal perang milik Amerika yang bernama USS Renville pada tanggal 17 Januari 1948 yang dintandatangani oleh Belanda dan Indonesia.
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.

Agresi Militer II

Agresi Militer Belanda II terjadi pada tanggal 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan. 

Jatuhnya Kabinet Amir dan Naiknya Hatta Sebagai Perdana Menteri

Amir meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 23 Januari 1948. Dengan pengunduran dirinya ini, dia mengharapkan munculnya kabinet baru yang beraliran komunis untuk menggantikan posisinya. Harapan itu menjadi buyar ketika Soekarno berpaling ke arah lain dengan menunjuk Hatta untuk memimpin suatu 'kabinet presidentil' darurat (1948-1949), dimana seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan kepada Soekarno sebagai Presiden.
Dengan terpilihnya Hatta, dia menunjuk para anggota yang duduk dalam kabinetnya mengambil dari golongan tengah, terutama orang-orang PNI, Masyumi, dan tokoh-tokoh yang tidak berpartai. Amir dan kelompoknya dari sayap kiri kini menjadi pihak oposisi. Dengan mengambil sikap sebagai oposisi tersebut membuat para pengikut Sjahrir mempertegas perpecahan mereka dengan pengikut-pengikut Amir dengan membentuk partai tersendiri yaitu Partai Sosialis Indonesia (PSI), pada bulan Februari 1948, dan sekaligus memberikan dukungannya kepada pemerintah Hatta.

Perjanjian Roem-Royen
 
Perjanjian Roem-Royen dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Perjanjian ini dipimpin oleh Mohammad Roem (Indonesia) dan Herman van Roijen (Belanda).
Hasil pertemuan ini adalah bahwa seluruh angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya, pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar, pemerintahan Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta dan angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang.
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan yaitu, kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai dengan Perjanjian Renville pada 1948, Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak, Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia. 

Serangan Umum 1 Maret 1949 
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa TNI masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. 

Serangan Umum Surakarta 
Serangan Umum Surakarta berlangsung pada tanggal 7-10 Agustus 1949 secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas Belanda di Solo dan sekitarnya. Serangan itu menyadarkan Belanda bila mereka tidak akan mungkin menang secara militer, mengingat Solo yang merupakan kota yang pertahanannya terkuat pada waktu itu berhasil dikuasai oleh TNI yang secara peralatan lebih tertinggal tetapi didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang andal seperti Slamet Riyadi. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. 

Konferensi Meja Bundar 
Konferensi Meja Bundar dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949 di Den Haag, Belanda. Hasil dari KMB adalah: 
  • Penyerahterimaan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
  • Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan Belanda sebagai kepala negara.
  • Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat.
Terbentuknya RIS
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presiden, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri. Mereka membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda. 

Belanda Mengakui Kemerdekaan Indonesia
 
Belanda tidak mengakui kemerdekaan indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan Belanda baru menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949, yaitu ketika penyerahan kedaulatan yang ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Pihak Belanda khawatir bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan Aksi Polisionil pada 1945-1949 adalah ilegal.

peristiwa terpenting pada masa demokrasi terpimpin

Sejarah Indonesia. Peristiwa pada masa Demokrasi Terpimpin. Masa Demokrasi Terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno tahun 1966. Presiden Soekarno mengeluarkan dejrit presiden sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin mengkhawatirkan.

Sisi positif dan negatif Dekrit Presiden Soekarno
Berlakunya dekrit presiden Soekarno ini  memiliki sisi positif dan sisi negatif.
A. Sisi positif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut :
  1. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik yang berkepanjangan.
  2. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 dari kelangsungan hidup negara.
  3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda pembentukannya.
B. Sisi negatif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut :
  1. Memberi kekuasaan yang besar kepada presiden, MPR, dan lembaga tinggi negara.
  2. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.
Disebut demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia pada saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin merupakan reaksi terhadap demokrasi liberal/parlementer, karena pada masa Demokrasi Parlementer kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara, sedangkan kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai politik.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, kekuasaan presiden sangat besar dan mutlak, sedangkan aktivitas partai politik dibatasi. Karena kekuasaan presiden yang mutlak tersebut mengakibatkan penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).

Pembentukan MPRS
Berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 presiden membentuk MPRS. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, karena berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum, sehingga partai-partai politik yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.

Ketua MPRS Chairul Saleh, dengan tugas MPRS hanya terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pada tanggal 10 November sampai 7 Desember 1960, MPRS mengadakan sidang umum pertama di Bandung. Sidang umum MPRS ini menghasilkan du ketetapan, yaitu sebagai berikut :
  1. Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto politik Republik Indonesia sebagai GBHN.
  2. Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana tahap pertama (1961 - 1969).
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan presiden berada di bawah MPR, namun pada kenyataannya MPRS tunduk kepada presiden yang terlihat dari tindakan presiden dalam pengangkatan ketua MPRS yang dirangkap oleh wakil perdana menteri III, dan pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dari pimpinan partai besar (PNI, NU, dan PKI) serta wakil ABRI yang masing-masing diberi kedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

Hasil gambar untuk peristiwa terpenting pada masa demokrasi terpimpin

Pembubaran DPR dan pembentukan DPR GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil Pemilihan Umum tahun 1955 dibubarkan pada tanggal 5 Maret 1960. Karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden kemudian mengeluarkan penetapan presiden yang menyatakan bahwa DPR dibubarkan dan sebagai gantinya presiden mebentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR).

Karena bukan hasil pemilihan umum, maka semua anggota DPR GR ditunjuk oleh Presiden Soekarno. Peraturan maupun tata tertib DPR GR ditentukan pula oleh presiden. Akibatnya, DPR GR mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan Presiden Soekarno tersebut bertentangan dengan UUD 1945, sebab berdasarkan UUD 1945, presiden tidak dapat membubarkan DPR.

Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Lembaga tinggi negara ini diketuai oleh presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua (Rusian Abdulgani), 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, 24 orang wakil golongan.

Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelantikan DPAS dilakukan di Istana Negara pada tangga; 15 Agustus 1959.

Seperti MPRS dan DPR GR, DPAS menempatkan diri di bawah pemerintah. Alasannya adalah DPAS yang mengusulkan agar pidato presiden pada hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita" yang dikenal dengan manifesto politik (manipol) Republik Indonesia ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1960 dan Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960.

Inti manipol adalah USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia) sehingga dikenal dengan manipol USDEK.

Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan dita-cita yang terkandung dalam UUD 1945.

Tujuan pembentukan Front Nasional adalah menyatukan seluruh potensi nasional agar menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Soekarno yang bertugas menyelesaikan revolusi nasional, melaksanakan pembangunan, dan mengembalikan Irian Barat.

Pembentukan Kabinet Kerja
Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Dalam kabinet ini Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri. Sedangkan Ir. Juanda menjadi menteri pertama. Kabinet Kerja dilantik pada tanggal 10 Juli 1959 dengan programnya yang disebut Tri Program Kabinet Kerja.

Isi Tri Program Kabinet Kerja adalah sebagai berikut :
  1. Mencukupi kebutuhan sandang pangan.
  2. Menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara.
  3. Melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan imperialisme politik (Irian Barat).

Kebijakan Ekonomi, Keuangan, dan Politik pada Awal Kemerdekaan


1.      Kebijakan Ekonomi
a.       Menghadapi blokade Belanda
Pada awal kemerdekaan, kehidupan ekonomi Indonesia masih sangat kacau. Terjadi inflasi yang parah yang disebabkan oleh beredarnya mata uang Jepang yang tidak terkendali. Selain itu, adanya blokade dari pihak Belanda semakin menyulitkan ekonomi Indonesia. Dengan adanya blokade tersebut, barang-barang dari RI tidak dapat diekspor. Belanda berharap terjadi kegelisahan sosial, inflasi yang tinggi, dan kelangkaan bahan-bahan kebutuhan rakyat.
Pemerintah RI berusaha untuk menebus blokade Belanda tersebut. Upaya politis yang dilakukan adalah pemberian bantuan beras kepada India sebanyak 5000 ton karena negara tersebut sedang ditimpa bahaya kelaparan. Sebagai imbalannya, pemerintah Indonesia akan menerima bahan pakaian yang dibutuhkan oleh rakyat. Pemberian bantuan beras ini menunjukkan adanya solidaritas antara sesama bangsa Asia yang pernah dijajah oleh bangsa asing. Antara Indonesia dan India kemudian tumbuh sikap saling membantu. Negara India terlibat secara aktif dalam perjuangan diplomasi Indonesia dalam forum internasional.
b.      Penyelenggaraan Konferensi Ekonomi Indonesia
Dalam menanggulangi masalah ekonomi perintah RI juga menempuh tindakan yang bersifat konseptual. Usaha-usaha tersebut direalisasikan oleh pemerintah pada bulan Februari 1946 dengan diselenggarakannya Konferensi Ekonomi Indonesia yang pertama. Adapun tujuan konferensi tersebut adalah untuk memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi negara yang bersifat yang mendesak yang antara lain masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta masalah status dan administrasi pengelolaan perkebunan-perkebunan. Konferensi Ekonomi ke-2 diselenggarakan di Kota Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi ini  memiliki ruang lingkup lebih luas. Masalah yang dibahas adalah program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi, dan alokasi tenaga kerja.
c.       Pembentukan Badan Perancang Ekonomi
Setelah diadakannya konferensi ekonomi ke-2, pemerintah tetap berusaha memecahkan masalah ekonomi nasional. Atas inisiatif Menteri Kemakmuran, A.K. Gani maka tanggal 19 Januari 1917 dibentuk Badan Perancang Ekonomi. Badan ini merupakan badan yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Selain itu, badan ini juga bertugas untuk mengkoordinasi dan merestrukturisasi semua cabang produksi dalam bentuk badan hukum seperti yang dilakukan pada BPPGN dan PPN. Sesudah Badan Perancang Ekonomi bersidang, Menteri A.K. Gani kemudian mengumumkan rancangan pemerintahan tentang Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun.
d.      Pelaksanaan Rencana Kasimo
Karena perekonomian Indonesia sangat bergantung pada produksi pertanian, maka bidang ini dijalankan kembali. Oleh Menteri Urusan Bahan Makanan Kasimo diturunkan Rencana Produksi Tiga Tahun (1948-1950), yang lebih terkenal dengan nama Kasimo Plan. Kasimo Plan adalah usaha swasembada pangan dengan petunjuk pelaksanaan yang prkatis. Isi dari Kasimo Plan antara lain:
1)      Menanami tanah kosong (tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 287.277 hektare.
2)      Melakukan intensifikasi pertanian di Jawa dengan menanam bibit unggul.
3)      Pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan.
4)      Di setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit.
5)      Pelaksanaan transmigrasi bagi penduduk Jawa.


Hasil gambar untuk Kebijakan Ekonomi, Keuangan, dan Politik pada Awal Kemerdekaan


2.      Kebijakan Moneter
a.       Oeang Republik Indonesia (ORI)
Sejak akhir pemerintahan pendudukan Jepang sampai awal masa kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia mengalami kehancuran. Pada saat itu, inflasi yang hebat menimpa Negara Republik Indonesia yang baru saja lahir. Sumber inflasi tersebut adalah beredarnya mata uang Jepang secara tidak terkendali. Jumlah ini semakin bertambah ketika sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan menguasai bank-bank. Dari bank-bank itu diedarkan uang cadangan berjumlah 2,3 milyar guna membiayai operasi-operasi militer dan menggaji pegawai dalam rangka mengembalikan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Pada tanggal 6 Maret 1946, panglima sekutu mengumumkan berlakunya uang NICA sebagai pengganti uang Jepang. Pemerintah Indonesia menolak penggunaan uang itu dan menyatakan bahwa uang NICA bukan alat pembayaran yang sah di dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Selanjutnya, pemerintah pada bulan Oktober 1946 mengeluarkan ORI untuk menggantikan uang kertas Jepang yang sudah sangat merosot nilainya.
b.      Program Pinjaman Nasional
Pemerintah RI berjuang keras untuk mengatasi kesulitan moneter dengan melakukan pinjaman nasional. Dengan mendapat persetujuan dari Badan Pekerja Nasional Indonesia, menteri keuangan, Surahman melakukan pinjaman nasional berdasarkan UU No.4/1946. Besarnya pinjaman ini direncanakan berjumlah 1 milyar yang dibagi atas dua tahap dana akan dibayar kembali selambat-lambatnya dalam jangka 40 tahun. Guna mengumpulkan dana dari masyarakat, maka pada bulan Juli 1946 seluruh penduduk di Jawa dan Madura diwajibkan untuk menyetorkan uangnya ke bank-bank tabungan pos dan rumah pegadaian. Pada pinjaman tahap pertama berhasil dikumpulkan sejumlah 500 juta. Pelaksanaan pinjaman ini dinilai sukses dan merupakan salah satu indikator yang menunjukan usaha pemerintah mendapat dukungan dari rakyat.
c.       Pengurangan Defisit Anggaran
Setelah pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, situasi perekonomian Indonesia tetap belum pulih karena masih mewarisi keadaan ekonomi dan keuangan yang mengkhawatirkan. Pada waktu itu bangsa Indonesia harus menanggung hutang luar negeri Hindia-Belanda sebesar 1500 juta rupiah. Dan hutang dalam negeri sejumlah 2800 juta rupiah. Beban yang berat ini merupakan konsekuensi pengakuan kedaulatan. Difisit pemerintah pada waktu itu 5,1 milyar rupiah. Pemerintah mengambil beberapa langkah untuk mengurangi defisit. Misalnya, dengan mengeluarkan pinjaman pemerintah dengan cara melakukan tindakan keuangan pada tanggal 20 Maret 1950.
3.      Kebijakan Politik
a.       Pembentukan KNIP
Dalam perkembangannya, kelompok pemuda yang dipimpin oleh Syahrir merasa tidak puas dengan sistem kabinet presidensial sehingga berusaha memengaruhi beberapa anggota KNIP lainnya untuk mengajukan petisi kepada Soekarno-Hatta. Isi petisi itu berupa tuntutan pemberian status MPR kepada KNIP. Karena petisi itu, KNIP mengadakan rapat pleno pada tanggal 16 Okterber 1945. Atas desakan sidang KNIP tersebut, wakil presiden Moh.Hatta mengeluarkan maklumat No.X tahun 1945 yang menetapkan bahwa KNIP sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif, ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan kerja yang dipilih diantara mereka yang bertanggungjawab kepada KNIP.
Badan pekerja KNIP akhirnya dibentuk dan diketuai oleh Sutan Syahrir dengan wakilnya Amir Syarifudin. Selanjutnya, disetiap ibukota provinsi didirikan komite nasional daerah. Pada awalnya, KND bertugas sebagai pembantu kepala pemerintahan provinsi, yaitu Gubernur. Namun dengan adanya perubahan fungsi KNIP menjadi badan legislatif yang dipimpin oleh Kepala Daerah. Badan ini juga berfungsi sebagai badan eksekutif dengan jumlah anggota 5 orang.
b.      Pendirian Partai-partai Politik
Sebagai suatu negara yang baru merdeka, RI dihadapkan oleh masalah bagaimana cara menampung atau menyalurkan berbagai ideologi yang berkembang dalam masyarakat ke dalam suatu bentuk partai politik. Pada awalnya pemeritah berencana mendirikan sebuah partai tunggal yang akan diberi nama partai nasional Indonesia. Oleh karena itu, dalam rapat tanggal 22 Agustus 1945, PPKI telah mengambil suatu keputusan untuk mengadakan persiapan guna penyusunan sebuah partai tunggal tersebut. Namun, rencana untuk mendirikan partai tunggal ini dibatalkan. Kemudian pada tanggal 3 Nopember 1945, pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat tentang pembentukan partai-partai politik.
Secara lengkap, isi Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Moh.Hatta sebagai berikut.
1)      Pemerintah mendorong timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang dalam masyarakat.
2)      Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah disusun sebelum pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat pada bulan Januari.
Selanjutnya lahirlah partai-partai politik seperti Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dipimpin oleh Dr. Soekirman Wiryo Sanjoyo, Partai Komunis Indonesia yang dipimpin oleh Moh.Yusuf, Partai Buruh Indonesia yang dipimpin oleh Nyono, Partai Rakyat Jelata yang dipimpin Sutan Dewanis, Partai Kristen Indonesia yang dipimpin oleh Probo Winoto, Partai Sosialis Indonesia yang dipimpin oleh Amir Syarisfudin, Partai Rakyat Sosialis yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, Partai Khatolik Republik Indonesia yang dipimpin oleh I.J.Kasimo,Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia yang dipimpin oleh J.B.Assa, Partai Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Sidik Joyo Sukarto.
c.       Maklumat Pemerintah 14 Nopember 1945
BPKNIP mengeluarkan pengumuman No.5 tanggal 11 Nopember 1945 tentang pertanggungjawaban menteri kepada perwakilan rakyat. Dalam pemikiran saat itu, KNIP diartikan sebagai MPR. Sementara BPKNIP disamakan dengan DPR. Jika demikian secara tidak langsung BPKNIP dengan mengelurkan pengumuman tersebut telah meminta peralihan pertanggungjawaban menteri-menteri dari presiden ke BPKNIP. Namun, presiden Soekarno justru menyetujui usul tersebut dan mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945.
Dengan persetujuan tersebut, sistem kabinet presidensial dalam UUD 1945 telah diamandemen begitu saja menjadi sistem kabinet parlementer. Ini terbukti setelah BP KNIP mencalonkan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri akhirnya kabinet presidensial Soekarno-Hatta jatuh dan digantikan oleh kabinet parlementer dengan Sutan Syahrir menjadi perdana menteri pertama.
d.      Pemindahan Ibukota RI ke Yogjakarta
Menjelang akhir tahun 1945 keamanan kota Jakarta semakin memburuk tentara Belanda semakin merajalela dan berbagai aksi teror meningkat. Mengingat situasi yang semakin memburuk, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta pada tanggal 4 Januari 1946 memutuskan pindah ke Yogyakarta yang kemudian dijadikan sebagai Ibu Kota Negara RI.
e.       Pelaksanaan Konferensi Meja Bundara
Pada tanggal 23 Agustus 1949, KMB dilaksanakan. Delegasi Indonesia diketuai oleh Moh.Hatta, delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dan delegasi Belanda diketuai oleh Mr. Van Maarseveen. Sebagai penengah adalah UNCI diwakili oleh Chrichley (Australia).
Dalam perundingan tersebut, dicapai kesepakatan antara lain :
1)      Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
2)      Dibentuk Uni Indonesia Belanda.
3)      RIS mengembalikan hak milik Belanda memberikan izin baru terhadap perusahaan Belanda di Indonesia.
4)      RIS membayar hutang-hutang pemerintah Hindia-Belanda.
5)      Irian Barat ditunda penyelesaiannya dalam jangka waktu 1 tahun kemudia.
Dengan disetujuinya hasil-hasil KMB, maka terbentuklah RIS.

obat tradisional

lingkungan mempunyai peran penting bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh kecilnya makan, tempat tinggal, obat-obatan hingg...