lingkungan
mempunyai peran penting bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh
kecilnya makan, tempat tinggal, obat-obatan hingga perawatan tubuh dapat
manusia peroleh dari lingkungan. Namun, sayangnya belum banyak kekayaan alam di
sekitar kita dimanfaatnya dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia.
Bangsa
Indonesia secara turun temurun dari generasi ke generasi telah mengenal dan
juga menggunakan tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat untuk menanggulangi
masalah kesehatan.
Bangsa
Indonesia membuat obat tradisonal dengan memanfaatkan bahan alam yangmana telah
terbukti dangan adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), dokumen
Serat Primbon Jampi, dan relief candi Borobudur yang melukiskan orang sedang
meracik obat (jamu) yang mana bahan bakunya berasal dari tumbuhan.
Di seluruh
penjuru dunia, obat herbal telah dipercaya akan khasiatnya. Menurut WHO,
negara-negara latin banyak memanfaatkan obat herbal sebagai pelengkap
pengobatan primer. Contohnya di Negara Afrika 80% masyarakatnya untuk
pengobatan primernya menggunakan obat herbal (WHO, 2003).
Banyak
faktor-faktor yang dapat mendorong peningkatan penggunaan obat herbal pada
negara maju, diantaranya adalah ingin memiliki harapan hidup yang lebih
panjang, disamping itu juga tiap tahun obat herbal semakin luas bagi kita untuk
mengakses informasinya serta penggunaan obat modern seperti obat kanker tidak
jarang mengalami kegagalan adanya efek samping.
Untuk
penyakit kronis dan degeneratif dalam pemeliharaan kesehatannya, pencegahan dan
pengobatannya WHO menyarankan penggunaan obat tradisional termasuk obat-obat
herbal. WHO juga ikut mendukung dalam peningkatkan keamanan dan juga khasiat
dari obat herbal tersebut. (WHO, 2003).
Pada umumnya
penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern.
Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif
lebih sedikit daripada obat modern.
KETEPATAN
PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL
Jika
digunakan dengan cara yang tepat maka efek samping obat tradisional relatif
kecil meliputi
1. Kebenaran
Obat
Untuk
tercapainya efek farmakologi yang diinginkan, maka kebenaran bahan obat menjadi
salah satu dari penentunya. Di Indonesia, terdapat berbagai macam tanaman obat
dari berbagai spesies yang kadangkala sulit untuk dibedakan.
Setiap
spesies dari tanaman obat memiliki khasiat yang berbeda, sebagai contohnya
lempuyang. Di pasaran, ada beragam jenis lempuyang yang sulit untuk dibedakan.
Lempuyang emprit dan Lempuyang gajah berwarna kuning serta berhasiat untuk
menambah nafsu makan. Namun, bentuk lempuyang emprit relatif kecil dibandingkan
dengan lempuyang gajah. Sedangkan lempuyang wangi berwarna putih dan berbau
harum dan berhasiat sebagai pelangsing (Sastroamidjojo S, 2001).
2. Ketepatan
dosis
Seperti
halnya obat buatan pabrik, tanaman obat juga tak bisa dikonsumsi sembarangan.
Tanaman obat juga memunyai dosis dan aturan pakai yang harus dipatuhi seerti
halnya resep dokter. Sebagai contohnya buah mahkota dewa dimana perbandingannya
dengan air adalah 1 : 3 artinya untuk menkonsumi 1 buah memerlukan 3 gelas air.
Sementara daun mindi akan menimbulkan khasiat jika direbus sebanyak 7 lembar
dengan takaran air tertentu (Suarni, 2005).
Banyak
masyarakat beranggappan bahwa tanaman obat bisa dikonsumsi secara sembarangan
tanpa dosis yang tepat. Tanaman obat tidak dapat begitu saja dikonsumsi secara
bebas. Takaran dan dosis tetap harus sesuai dengan ketentuan. Hal ini tidak menutup
kemungkinan bahwa tanaman obat memiliki efek samping.
Sebagai
salah satu contoh adalah tanaman dringo (Acorus calamus) yang dipercaya dapat
mengobati tingkat stress. Karena di dalam tanaman dringo terdapat kandungan
senyawa bioaktif asaron. Tanaman dringo dapat menimbulkan efek relaksasi
terhadap otot serta memberikan efek sedatif pada sistem saraf pusat apabila
dalam dosis rendah. Akan tetapi, apabila digunakan berlebih dalam dosis tinggi
akan menimbulkan efek yang sebaliknya yaitu dapat meningkatkan aktivitas
mental. Selain itu, asaron dringo juga dapat memicu timbulnya kanker apabila
digunakan secara terus menerus dalam waktu yang lama.
3. Ketepatan
waktu penggunaan
Selain dosis
dan takaran untuk mengonsumsi tanaman obat harus tepat, waktu penggunaan juga
harus tepat untuk meminimalisir efek samping yang timbul. Sebagai salah satu
contoh adalah kunyit. Kunyit yang dipercaya dapat mengurangi nyeri pada saat
haid justru dapat menyebabkan terjadi keguguran apabila dikonsumsi pada awal
masa kehamilan. Oleh karenanya, efek dari tanaman obat sangat dipengaruhi oleh
ketepatan waktu penggunaan.
4. Ketepatan
cara penggunaan
Setiap
tanaman obat juga tidak bisa dikonsumsi dengan cara yang sembarangan. Tidak
semua tanaman obat memiliki efek dan berkhasiat apabila dikonsumsi dengan cara
meminum air rebusannya. Sebagai contoh daun kecubung yang digunakan sebagai
bronkodilator digunakan dengan cara dihisap. Namun apabila daun kecubung
dikonsumsi dengan cara diseduh justru akan menyebabkan mabuk.
5. Ketepatan
menggali informasi
Di era zaman
yang serba canggih ini sangat mudah untuk kita menggali berbagai informasi
melalui internet dan juga media sosial. Namun, tidak sedikit informasi-informasi
yang ada tidak di dasarkan pada pengetahuan sehingga justru dapat menyesatkan
para pembacanya. Sehingga diperlukan kejelian pada para penggunanya untuk
mencari informasi yang valid.
6. Tidak
disalah gunakan
Tanaman obat
tradisional sangat mudah ditemukan. Untuk menggunakan obat-obat tersebut tidak
memerlukan resep dokter terlebih dahulu. Sehingga tidak sedikit masyarakat yang
mengonsumsi obat tradisional dengan tujuan lain. Sebagai contoh penggunaan jamu
untuk menggugurkan kandungan atau menghisap kecubung sebagai psikotropika.
7. Ketepatan
pemilihan obat untuk penyakit tertentu
Dalam satu
jenis tanaman obat terkandung lebih dari satu zat aktif yang memiliki khasiat
untuk mengobati penyakit tertentu. Perbandingan antara khasiat dengan efek
samping yang ditimbulkan haruslah seimbang. Sehingga masyarakat harus pintar
dalam memilih obat tradisional dan memikirkan efek samping yang mungkin dapat
timbul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar